Minggu, 23 November 2014
green plan
Arsitektur hijau adalah konsep yang menghormati bumi dan alam semesta, sehingga dalam pembangunan gedung harus menghormati lingkungan sekitarnya sehingga keberadaan bangunan tidak akan mengganggu ekosistem dan sumber daya yang ada di sekitar gedung.
Arsitektur hijau pada dasarnya berusaha untuk menciptakan lingkungan bagi manusia sebagai pemakainya lebih menyenangkan dan memberikan nilai bagi generasi mendatang yang akan menggunakan dan ramah terhadap lingkungan ditambahkan.
Arsitek yang berlatih memakai arsitektur hijau tidak hanya dirancang tetapi juga mengurangi penggunaan energi dan polusi dan menciptakan hunian saluran, isolasi, ventilasi, dan bahan konstruksi bebas dari racun. Arsitektur hijau juga menemukan desain yang sesuai dengan kesehatan klien, banyak yang beralih, dan kadang-kadang bahkan mengembangkan gaya hidup spiritual dan karena arsitek tersebut menciptakan desain yang merupakan dasar bagi filsafat 'hijau' hidup.
Pada arsitektur bangunan hijau dapat ditemukan banyak sumber efisiensi, pengurangan penggunaan energi, meningkatkan dan kemudahan daur ulang, memaksimalkan cahaya alami dan pemandangan luar bangunan, pengurangan medan elekrtomagnetik, meningkatkan kualitas air dan udara luar, sementara klien merasa lebih baik karena mereka sedang merangkul lingkungan bersih alami.
Menurut Brenda dan Robert Vale pemahaman Green Architecture
• Definisi umum
Arsitektur hijau merupakan paradigma arsitektur yang memperhatikan dan mengambil keuntungan dari empat elemen alam dasar yang ada dalam lingkungannya dan dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dengan alam:
a. Air: suhu, angin, iklim, dan lain-lain
b. Air: Air, kelembaban, dll
c. Api: sun, elemen panas, dll
d. Bumi: bumi elemen faktor, habitat, flora dan fauna, dll
• Definisi khusus
Green Architecture merupakan paradigma arsitektur yang memperhatikan unsur-unsur alam yang ada di situs yang akan digunakan.
sumber : http://jungearchitekt.blogspot.com/2012/04/green-architecture-arsitektur-hijau.html
Sabtu, 22 November 2014
Green City
Apa itu green city? Green
city bukan hanya sebatas hijau dan kota. Green City adalah suatu konsep dari
upaya untuk meletarikan lingkungan dengan cara mengembangkan sebagian
lingkungan dari suatu kota menjadi lahan-lahan hijau yang alami agar
menciptakan kekompakan antara kehidupan alami dari lingkungan itu sendiri
dengan manusia dan alat-alat non-alamiah dari manusia itu. Konsep Green City
bertujuan agar terdapat keseimbangan dan kenyamanan dari manusia yang menghuni
dan lingkungan itu sendiri.
Masalah pemanasan global yang terjadi di bumi ini bukan menjadi suatu topik yang asing lagi di telinga kita. Bahkan banyak sekolah-sekolah dasar yang sudah memperkenalkan masalah ini sejak dini pada anak-anak. Namun banyak orang yang seolah olah menutup telinga mereka akan hal ini. Masih banyak yang kurang peduli pada masalah lingkungan yang terjadi dibumi. Bumi adalah rumah bagi setiap mahluk hidup yang tinggal didalamnya. Bukan hanya tanggung jawab beberapa orang. Perlu kepedulian tinggi bagi seluruh manusia yang tinggal di bumi ini dan bersama-sama menjaga bumi ini menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.
Masalah pemanasan global yang terjadi di bumi ini bukan menjadi suatu topik yang asing lagi di telinga kita. Bahkan banyak sekolah-sekolah dasar yang sudah memperkenalkan masalah ini sejak dini pada anak-anak. Namun banyak orang yang seolah olah menutup telinga mereka akan hal ini. Masih banyak yang kurang peduli pada masalah lingkungan yang terjadi dibumi. Bumi adalah rumah bagi setiap mahluk hidup yang tinggal didalamnya. Bukan hanya tanggung jawab beberapa orang. Perlu kepedulian tinggi bagi seluruh manusia yang tinggal di bumi ini dan bersama-sama menjaga bumi ini menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.
Menerapkan
konsep Green City pada setiap kota di seluruh negara merupakan salah satu
bentuk pelestarian keseimbangan alam yang paling mudah dan tepat untuk
dilaksanakan. Hanya diperlukan kesadaran penuh akan lingkungan pada setiap
masyarakat untuk melakukan penghijauan mulai dari sebagian kecil di rumahnya.
Dengan melakukan penghijauan kecil ini, jika dilakukan di semua rumah yang ada
disetiap kota, maka secara tidak langsung kota itu bisa disebut green city.
Menerapkan pemikiran seperti ini tentu cara yang paling optimal dewasa ini
untuk mengatasi masalah lingkungan di bumi ini.
Sumber : http://dhikarusmen.blogspot.com/2012/01/apa-itu-green-city.html
Green Architecture
Green architecture
adalah sebuah konsep yang menghargai bumi dan isi alam semesta, sehingga dalam
pembangunan sebuah bangunan harus menghargai lingkungan sekitarnya agar
keberadaan bangunan tersebut tidak menggangu ekosistem dan sumber daya yang ada
di sekitar bangunan tersebut.
Green architecture pada dasarnya berupaya membentuk suatu lingkungan yang lebih menyenangkan bagi manusia sebagai pemakainya dan memberi nilai tambah bagi generasi masa depan yang akan menggunakan dan ramah terhadap lingkungan.
Green architecture pada dasarnya berupaya membentuk suatu lingkungan yang lebih menyenangkan bagi manusia sebagai pemakainya dan memberi nilai tambah bagi generasi masa depan yang akan menggunakan dan ramah terhadap lingkungan.
Arsitek yang berpraktek
memakai green architecture bukan hanya mendesain tetapi juga mengurangi
penggunaan energi dan polusi dan menciptakan hunian dengan saluran, penyekatan,
ventilasi, dan material konstruksi yang bebas racun. Green architecture juga menemukan
desain untuk menyesuaikan dengan kesehatan klien, banyak diantaranya yang
menghidupkan, bahkan memperkembangkan dan terkadang gaya hidup spiritual dan
sebab itu arsitek ini menciptakan rancangan yang fundamental untuk filosofi ‘
hijau ‘ dari kehidupan.
Pada bangunan green
architecture akan ditemukan banyak sumber efisiensi, pengurangan penggunaan
energi, peningkatan dan kemudahan daur ulang, memaksimalkan cahaya alami dan
pemandangan luar bangunan, pengurangan medan elekrtomagnetik, meningkatkan air
dan kualitas udara luar ruangan, sementara klien merasa lebih baik karena
mereka sedang memeluk lingkungan alami yang bersih.
Menurut Brenda dan
Robert Vale pengertian Green Architecture
•Pengertian secara umum
Green Architecture adalah suatu pola pikir dalam arsitektur yang memperhatikan dan memanfaatkan dari ke empat dasar unsur natural yang ada didalam lingkungannya dan dapat membuat hubungan saling menguntungkan dengan alam :
a. Udara : suhu, angina, iklim, dll
b. Air : air, kelembaban, dll
c. Api : matahari, unsur panas, dll
d. Bumi : faktor unsur tanah, habitat, flora dan fauna, dll
•Pengertian secara khusus
Green Architecture merupakan suatu pola pikir dalam arsitektur yang memperhatikan unsur-unsur alam yang terkandung di dalam suatu tapak untuk dapat digunakan.
•Pengertian secara umum
Green Architecture adalah suatu pola pikir dalam arsitektur yang memperhatikan dan memanfaatkan dari ke empat dasar unsur natural yang ada didalam lingkungannya dan dapat membuat hubungan saling menguntungkan dengan alam :
a. Udara : suhu, angina, iklim, dll
b. Air : air, kelembaban, dll
c. Api : matahari, unsur panas, dll
d. Bumi : faktor unsur tanah, habitat, flora dan fauna, dll
•Pengertian secara khusus
Green Architecture merupakan suatu pola pikir dalam arsitektur yang memperhatikan unsur-unsur alam yang terkandung di dalam suatu tapak untuk dapat digunakan.
Sumber : http://yudha-arch.blogspot.com/2009/09/green-architecture.html
Selasa, 30 September 2014
Arsitektur dan Lingkungan
Proses
Perancangan yang 'Irreversible'
issue tentang lingkungan arsitektur yang gagal
Bentuk
geometri ada setelah sang perancang telah melakukan
tahapan ”perancangan”. Namun satu hal yang perlu diketahui, kita adalah arsitek
– bukan seniman. Proses merancang seorang arsitek tidak sesederhana seorang
seniman patung. Tulisan ini tidak akan membahas seberapa luas bentuk geometri
(yang sudah saya simpulkan sangat luas dan bebas), namun tulisan ini akan
membahas bagaimana proses perancangan arsitektur sehingga membentuk sebuah
bentuk geometri.
Setujunya
saya akan pendapat bahwa ‘geometri mengikat perancangan’ terkait dengan
perjalanan saya setelah melewati serangkaian proses perancangan arsitektur. Ada
sebuah kecenderungan untuk pendekatan perancangan yang mem-bypass sejumlah tahapan pra-perancangan
seperti analisis site, konsep fungsi, dan studi tipologi. Seringkali tahapan
tersebut hanya ditempatkan di belakang atau sekedar dilampirkan dalam lembar
penyajian akhir sebagai formalitas belaka, sebuah proses perancangan yang
terbalik. Ironisnya, metode tersebut banyak ’bertengger’ dalam banyak proses
perancangan, dan harus saya akui metode tersebut seringkali menghasilkan massa
yang sangat kaya secara geometri, namun gagal secara makna bila dikaitkan
dengan lingkungan sekitar atau konteks tempat.
D’Arcy
Thompson mengemukakan bahwa terbentuknya sebuah bentuk (form) merupakan
resultan dari kehadiran banyak force yang berada di dalam atau di
sekitarnya. Bentuk akan terus ber-evolve dengan beradaptasi dengan force yang ada (Thompson, 1961: 11). Berntuk
geometri yang dihasilkan merupakan terjemahan dari proses evolusi tersebut. Force sendiri diakui oleh D’Arcy sebagai
sesuatu yang abstrak dan luas, namun pemakaian kata force merupakan sebuah simbol dari konsep
’sebab’ (Thompson, 1961: 12).Form yang
dijelaskan D’Arcy merupakan penggambaran dari proses evolusi bentuk dari bentuk
organik mahluk hidup. Kata form dan force akan diangkat sebagai kata kunci dalam
penulisan ini.
Sekarang
bagaimana dengan arsitektur?. Apakah bentuk arsitektural juga ikut dipengaruhi
dari beragam forceyang
ada?. Untuk itu saya mencontohkan konsep mengenai terbentuknya bentuk
vernakular [1]. Amos Rapoport dalam buku House
Form and Culture menyatakan
bahwa terjadinya bentuk-bentuk atau model vernakular disebabkan oleh enam
faktor yang dikenal sebagai modifying
factor (Rapoport, 1969: 78),
diantaranya adalah:
Faktor Bahan: lingkungan vernacular cenderung menggunakan bahan dari alam atau bahan yang ‘bersahabat’ dengan alam.
Metode Konstruksi: pemakaian ahli bangunan sangat jarang karena dalam lingkungan vernakular model yang diterapkan dipakai secara bersama oleh masyarakat.
Faktor Teknologi: teknologi dipakai turun-temurun dan menjadi tradisi dalam masyarakat. Faktor Iklim, faktor Pemilihan bahan, konstruksi dan teknologi yang digunakan selalu mengacu kepada lingkungan sekitarnya sehingga bentuk-bentuk vernakular merupakan hasil dari pemecahan terhadap permasalahan Iingkungannya khususnya iklim.
Pemilihan Lahan: lahan memberikan arti pada bangunan dari segi fisik (kondisi religi).
Faktor sosial-budaya: faktor sosial melingkupi struktur keluarga, hubungan masyarakat dan mata pencaharian sedangkan faktor budaya meliputi pandangan manusia terhadap alam, ide hidup yang ideal, simbol-simbol, kepercayaan dan agama.
Faktor Bahan: lingkungan vernacular cenderung menggunakan bahan dari alam atau bahan yang ‘bersahabat’ dengan alam.
Metode Konstruksi: pemakaian ahli bangunan sangat jarang karena dalam lingkungan vernakular model yang diterapkan dipakai secara bersama oleh masyarakat.
Faktor Teknologi: teknologi dipakai turun-temurun dan menjadi tradisi dalam masyarakat. Faktor Iklim, faktor Pemilihan bahan, konstruksi dan teknologi yang digunakan selalu mengacu kepada lingkungan sekitarnya sehingga bentuk-bentuk vernakular merupakan hasil dari pemecahan terhadap permasalahan Iingkungannya khususnya iklim.
Pemilihan Lahan: lahan memberikan arti pada bangunan dari segi fisik (kondisi religi).
Faktor sosial-budaya: faktor sosial melingkupi struktur keluarga, hubungan masyarakat dan mata pencaharian sedangkan faktor budaya meliputi pandangan manusia terhadap alam, ide hidup yang ideal, simbol-simbol, kepercayaan dan agama.
Amos
Rapoport juga mengakui bahwa faktor diatas tidak bersifat statis namun bersifat
dinamis sehingga model vernakular akan terus berevolusi seiring dengan
berubahnya faktor diatas. Keenam faktor diatas membuktikan bahwa bentuk
geometri dari model vernakular merupakan hasil trial & error setelah
melalui evaluasi dari beragam force yang ada. Evolusi dari model
vernakular terus berkembang menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai
arsitektur modern. Diawali dari arsitektur klasik (baroque, ecclictism, art
nouveau, victorian dll) dan
diakhiri dengan gaya arsitektur post-modern. Keseluruhan gaya arsitektur modern
diatas tidak hanya berdiri sendiri namun juga mengalami proses trial and error
menghadapi beragamnya faktor atauforce yang
ada. Yang membedakan arsitektur modern dengan arsitektur vernakular adalah
evolusi atau berkembangnya motivasi pembentuknya – force-nya.
Bila dikaitkan dengan teori segitiga Maslow, kehadiran model
vernakular cenderung dimotivasi untuk memenuhi kebutuhan survival atau rasa
aman manusia (motivasi terbawah) sedangkan arsitektur modern ada karena
motivasi aktualisasi diri (motivasi teratas). Meskipun demikian pendapat
tersebut tidak bersifat baku, banyak bangunan vernakular yang dibangun dengan
motivasi aktualisasi diri sebaliknya sama dengan bangunan modern (Gossel,
2005). Terlepas dari perbedaan yang ada, pembentukan sebuah karya arsitektur
(tradisional, modern) sama dengan pembentukan bentuk organik, keduanya
dipengaruhi oleh kehadiran forceyang
ada, resultannya adalah sebuah form - bentuk geometri. Sehingga, Proses
perancangan yang penulis maksud bermakna perancangan bentuk - form dengan
berusaha merespon force yang ada. Pemakaian kata ”irreversible” (tidak
dapat dibalik) menjelaskan bahwa tahapan dalam merancang tidak dapat dibalik;
form yang dirancang tanpa pertimbangan force akan gagal dengan sendirinya karena
tidak dapat membendung kemauan force – gagal beradaptasi.
sumber : https://sites.google.com/site/arkideajakarta1/tips/tips-teori-perancangan/srtsr
Nofal Rian
26313483
Arsitektur dan lingkungan
issue tentang lingkungan arsitektur yang berhasil.
Isu pemanasan global kini diantisipasi dengan penyediaan
produk-produk penunjang properti untuk eksterior maupun interior yang ramah
lingkungan. Produsen Saniter American Standard berhasil menggabungkan teknologi
efisiensi pemanfaatan air dengan estetika tinggi
Konsep bangunan ramah lingkungan atau green
building kini menjadi tren di dunia. Inilah yang terus diaplikasikan pada
pengembangan properti saat ini, termasuk di Indonesia.
Bangunan ramah lingkungan ini mempunyai kontribusi menahan laju pemanasan global dengan membenahi iklim mikro. Dalam pemanasan global, hal yang perlu diperhatikan adalah penghematan air dan energi serta penggunaan energi terbarukan. Arsitektur ramah lingkungan yang juga kerap disebut dengan arsitektur hijau (green architecture) mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya.
Arsitektur hijau mengandung juga dimensi lain, seperti waktu, lingkungan alam, sosiokultural, ruang, serta teknik bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur hijau bersifat kompleks, padat, dan vital dibanding dengan arsitektur pada umumnya. Green architecturemencakup pula persoalan hemat energi, ramah lingkungan, dan dapat dikembangkan menjadi pembangunan berkesinambungan.
Green architecture merupakan praktik membuat struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan dari tapak untuk desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, termasuk penggunaan material bangunan. Konsultan desain arsitektur Ossiatzki mengatakan, penggunaan material eksterior dan interior serta desain rumah memberikan pengaruh terhadap terciptanya sebuah green architecture.
”Desain rancang bangunan yang memperhatikan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya alami akan membantu mengurangi penggunaan energi listrik,” ujar Oki, sapaan Ossiatzki kepada KORAN SINDOdi Jakarta, beberapa waktu lalu. Pemilik Ossiatzki Design ini memaparkan, desain bangunan yang baik dan ramah lingkungan adalah bangunan yang memperhatikan lingkungan sekitarnya, seperti membuat taman di lingkungan rumah dan mengurangi jumlah penggunaan kaca pada rumah.
Untuk desain interior, menggunakan bahan interior yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan listrik yang sangat berlebihan. President Director PT American Standard Indonesia (LIXIL Group) Iwan Dwi Irwanto beberapa waktu memaparkan, saat ini terdapat banyak produk interior ramah lingkungan.
LIXIL Corporation misalnya, perusahaan global asal Jepang yang memproduksi dan menyediakan berbagai bahan yang digunakan dalam pembangunan gedung, kelengkapan rumah dan pelayanan-pelayanan yang terkait, memiliki komitmen tinggi terhadap lingkungan yang tercermin melalui inovasi-inovasi produknya. Divisi R&D American Standard telah berhasil menggabungkan teknologi efisiensi pemanfaatan air dengan estetika tinggi.
Tekan tombol keran yang secara otomatis mengaktifkan sensor penghematan 3/4,5 liter air toilet dan 1 liter urinal. American Standard juga menggunakan material daur ulang yang sesuai dengan misi kepedulian lingkungannya. Salah satu produk ramah lingkungan yang dikembangkan American Standard, yakni kloset hemat air yang diberi nama smart closet. Ada yang memiliki fitur dual flush3 – 4,5 liter dan fitur single flush4,5 liter.
Dengan fitur dual flush memungkinkan pengguna menekan tombol yang berbeda untuk menyiram toilet. Selain itu, American Standard juga membuat produk fittingatau keran dengan menggunakan click tecnology. Saat pengguna memakainya, keran tidak langsung mengeluarkan air dalam jumlah besar pada bukaan pertama. Itu akan terjadi pada bukaan kedua. “Material yang kami gunakan ramah lingkungan dan sudah mendapatkan sertifikasi ramah lingkungan dari Eropa,” sebutnya.
Tak hanya saniter, American Standard juga mengembangkan keramik dinding dengan teknologi terbaru. “Keramik dinding tersebut memiliki fungsi mengontrol serta menjaga kelembapan dan bau,” ujar Iwan. Selain itu, keramik American Standard juga memiliki kelebihan mampu menyerap uap.
Produk lainnya yang didesain agar ramah lingkungan, yakni kusen jendela yang bisa mengontrol dan menyesuaikan temperatur di luar dan di dalam ruangan. Salah satunya kemampuan untuk menyerap panas dari luar ruangan sehingga kesejukan di dalam ruangan tetap terjaga.
sumber : http://m.koran-sindo.com/node/329401Bangunan ramah lingkungan ini mempunyai kontribusi menahan laju pemanasan global dengan membenahi iklim mikro. Dalam pemanasan global, hal yang perlu diperhatikan adalah penghematan air dan energi serta penggunaan energi terbarukan. Arsitektur ramah lingkungan yang juga kerap disebut dengan arsitektur hijau (green architecture) mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya.
Arsitektur hijau mengandung juga dimensi lain, seperti waktu, lingkungan alam, sosiokultural, ruang, serta teknik bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur hijau bersifat kompleks, padat, dan vital dibanding dengan arsitektur pada umumnya. Green architecturemencakup pula persoalan hemat energi, ramah lingkungan, dan dapat dikembangkan menjadi pembangunan berkesinambungan.
Green architecture merupakan praktik membuat struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan dari tapak untuk desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, termasuk penggunaan material bangunan. Konsultan desain arsitektur Ossiatzki mengatakan, penggunaan material eksterior dan interior serta desain rumah memberikan pengaruh terhadap terciptanya sebuah green architecture.
”Desain rancang bangunan yang memperhatikan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya alami akan membantu mengurangi penggunaan energi listrik,” ujar Oki, sapaan Ossiatzki kepada KORAN SINDOdi Jakarta, beberapa waktu lalu. Pemilik Ossiatzki Design ini memaparkan, desain bangunan yang baik dan ramah lingkungan adalah bangunan yang memperhatikan lingkungan sekitarnya, seperti membuat taman di lingkungan rumah dan mengurangi jumlah penggunaan kaca pada rumah.
Untuk desain interior, menggunakan bahan interior yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan listrik yang sangat berlebihan. President Director PT American Standard Indonesia (LIXIL Group) Iwan Dwi Irwanto beberapa waktu memaparkan, saat ini terdapat banyak produk interior ramah lingkungan.
LIXIL Corporation misalnya, perusahaan global asal Jepang yang memproduksi dan menyediakan berbagai bahan yang digunakan dalam pembangunan gedung, kelengkapan rumah dan pelayanan-pelayanan yang terkait, memiliki komitmen tinggi terhadap lingkungan yang tercermin melalui inovasi-inovasi produknya. Divisi R&D American Standard telah berhasil menggabungkan teknologi efisiensi pemanfaatan air dengan estetika tinggi.
Tekan tombol keran yang secara otomatis mengaktifkan sensor penghematan 3/4,5 liter air toilet dan 1 liter urinal. American Standard juga menggunakan material daur ulang yang sesuai dengan misi kepedulian lingkungannya. Salah satu produk ramah lingkungan yang dikembangkan American Standard, yakni kloset hemat air yang diberi nama smart closet. Ada yang memiliki fitur dual flush3 – 4,5 liter dan fitur single flush4,5 liter.
Dengan fitur dual flush memungkinkan pengguna menekan tombol yang berbeda untuk menyiram toilet. Selain itu, American Standard juga membuat produk fittingatau keran dengan menggunakan click tecnology. Saat pengguna memakainya, keran tidak langsung mengeluarkan air dalam jumlah besar pada bukaan pertama. Itu akan terjadi pada bukaan kedua. “Material yang kami gunakan ramah lingkungan dan sudah mendapatkan sertifikasi ramah lingkungan dari Eropa,” sebutnya.
Tak hanya saniter, American Standard juga mengembangkan keramik dinding dengan teknologi terbaru. “Keramik dinding tersebut memiliki fungsi mengontrol serta menjaga kelembapan dan bau,” ujar Iwan. Selain itu, keramik American Standard juga memiliki kelebihan mampu menyerap uap.
Produk lainnya yang didesain agar ramah lingkungan, yakni kusen jendela yang bisa mengontrol dan menyesuaikan temperatur di luar dan di dalam ruangan. Salah satunya kemampuan untuk menyerap panas dari luar ruangan sehingga kesejukan di dalam ruangan tetap terjaga.
Nofal Rian
26313483
Langganan:
Postingan (Atom)